Tuesday, June 25, 2013

私はあなたの愛しているから ~PART 2~


“Maaf, Haruka, apa kau melihat Mei?”

“Ah, Suzuki! Kebetulan sekali! Tadi Mei menitipkan pesan padaku. Katanya kau langsung ke perpustakaan saja. Mei menunggumu disana.”
“Perpustakaan? Tumben sekali.”
“Ia lupa mengerjakan tugasnya, jadi ia harus menyelesaikannya istirahat ini.”
Ken menghela nafas. “Dasar anak itu. Ya sudah, terima kasih banyak, Haruka. Aku akan langsung ke perpustakaan.”
“Tunggu!” Haruka memberikan sebuah buku kepada Ken. “Mizutani memang harus menyelesaikan tugasnya istirahat ini, tapi sepertinya ia lupa membawa buku tugasnya. Bisa tolong kau berikan ini kepadanya.”
Sebuah kerutan muncul di dahi Ken. “Mei! Kau bahkan lupa membawa buku tugasmu ketika kau ingin mengerjakannya! Dasar!”
Dengan kesal, Ken akhirnya berlari sampai perpustakaan.
***
“Mei!” suara Ken terdengar nyaring begitu ia sampai di tempatku duduk.
“Ken... Jangan berteriak! Ini perpustakaan.”
Ken duduk di depanku. “Kau ini! Sudah ku bilang-kan, kerjakan tugasmu terlebih dahulu!”
“Maaf-maaf...” aku menggaruk-garuk kepalaku. “Aku lupa...”
“Kalau begitu, buat catatan kecil agar kau selalu ingat!”
“Ba-baiklah, aku akan membuat catatan kecil seperti yang kau bilang. Tapi bisakah kau tidak berteriak? Semua orang menatap kearah kita!”
Ken melihat keadaan sekitar, kemudian menatapku kembali. “Aku tidak peduli! Saat ini aku sedang sangat kesal!”
“Baiklah! Aku minta maaf...” aku bangkit dari kursi. “Tapi, aku harus kembali ke kelas sesegera mungkin. Sepertinya aku melupakan buku tugasku.”
“Tidak perlu. Aku membawanya kemari.” Ken mengeluarkan buku tugasku. “Haruka tadi menitipkannya kepadaku.”
“Waah! Syukurlah! Terima kasih, Ken!”
“Kau ini benar-benar ‘sesuatu’. Bahkan kau melupakan buku tugasmu, ketika kau ingin mengerjakannya.”
Aku mengetuk keningku. “Aku memang pelupa. Maaf, ya...”
Ken menghela nafas dan melipatkan kedua tangannya di depan dada. “Oh ya, soal ingatanmu, apa kau mengingat sesuatu?”
“Semalam aku bermimpi aneh.”
“Mimpi?”
Aku mengangguk. “Aku bermimpi bertemu dengan seseorang.”
“Apa orang itu mengatakan sesuatu?”
“Aku tidak terlalu yakin, namun sepertinya iya.” Aku menatap Ken. “Terdengar seperti... sebuah janji.”
“Janji?” Ken mencondongkan kepalanya, pertanda jika ia sangat penasaran. “Orang itu menjanjikan apa?”
“Kita akan selalu bersama.” Aku melipatkan kedua tanganku. “Yah... seperti itulah.”
“Apa orang itu laki-laki? Atau perempuan?”
“Laki-laki... sepertinya.” Aku menggeleng. “Tapi aku tidak yakin.”
“Kalau sampai mengatakan hal seperti itu... mungkin ia orang yang sangat berharga untukmu.”
Pada saat itu Ken mengatakannya bukan dengan wajah yang sedang berpikir, melainkan dengan wajah yang terluka. Aku tidak mengerti maksud Ken saat itu, namun hal itu membuat hatiku sakit. Apa aku telah mengatakan hal yang salah sehingga melukai Ken? Apa aku salah telah menceritakan hal ini kepada Ken? Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku.
“Tapi, mungkin saja itu hanya mimpi. Lagi pula kemungkinannya sangat kecil jika muncul melalui sebuah mimpi.”
Sebuah senyuman muncul dari bibir Ken. “Kau benar. Mungkin itu hanya mimpimu.”
Hanya ini yang bisa aku lakukan dan aku merasa lega melihat Ken tersenyum kembali. Ternyata aku memang salah telah menceritakan hal ini kepada Ken. Ia pasti tidak ingin mendengar hal pribadi semacam ini. Tapi kenapa seperti itu? Kenapa Ken menunjukkan wajah terlukanya? Kenapa perasaanku tidak enak seperti ini?
***
“Mei apa kau sedang sibuk?” tanya bibi sambil melepas celemeknya.
Aku menggeleng. “Tidak, bi. Memangnya ada apa?”
“Bisa kau berikan kue ini kepada keluarga Suzuki? Bibi membuatnya terlalu banyak, sayang kalau tidak habis.”
“Baiklah. Kebetulan aku juga ingin menanyakan tugas kepada Ken.”
Selagi aku mengambil jaket di kamar, bibi langsung membungkus satu loyang kue itu dengan plastik agar tidak ada kotoran yang masuk ke dalamnya.
“Hati-hati jangan sampai terjatuh.”
“Baik, bi. Aku pergi dulu.”
Rumahku dan rumah Ken bersebelahan, jadi aku tidak perlu mengeluarkan energi terlalu banyak. Aku cukup berjalan beberapa langkah saja dan langsung sampai di depan rumah Ken.
“Permisi!”
“Tunggu sebentar!” terdengar suara seseorang dari dalam rumah dan tak lama setelah itu Bibi Suzuki muncul, beliau ibunya Ken. “Mizutani?”
“Selamat siang. Aku diminta bibiku untuk memberikan kue ini.”
“Ya ampun! Maaf merepotkan kalian. Ayo masuk, mampirlah sebentar.”
“Iya, kebetulan aku ada perlu dengan Ken. Apa Ken ada?”
“Anak itu? Dia ada di kebun bersama ayahnya. Masuklah, ia pasti senang melihatmu berkunjung.”
“Terima kasih.” Aku pun masuk sambil membawa loyang kue.
***

No comments:

Post a Comment