“Maaf
merepotkan.”
“Tidak apa-apa. Di
rumah ini semuanya laki-laki, bibi senang kau datang.”
Saat ini, aku
dan Keluarga Suzuki sedang makan malam. Awalnya sih, setelah menanyakan tugas
aku ingin langsung pulang, namun Ken malah mengajakku untuk ikut makan malam
bersama.
Tiba-tiba Keita,
adiknya Ken menarik-narik bajuku dengan wajah yang polos. “Kakak, sehabis ini
kakak mau tidak membantuku mengerjakan PR?”
“Keita, ini
sudah malam, Kak Mei harus segera pulang. Nanti biar kakak saja yang
membantumu, ya?” Ken langsung mengalihkan perhatian adiknya.
“Tidak mau!
Kakak selalu marah-marah jika aku menanyakan tugas!” Keita menjulurkan
lidahnya. “Kak Mei orangnya baik, tidak seperti kakak!”
“Keita-!”
“Keita! Ken!
Jangan ribut ketika makan!” suara Paman Suzuki menggelegar satu ruangan. “Apa
kalian lupa tentang peraturan di meja makan?!”
Seketika Ken dan
Keita tertunduk. Aku yang menyaksikan itu, menjadi sangat bersalah. Akhirnya
aku menyetujui permintaan Keita dan akan membantu adik Ken itu mengerjakan
PR-nya.
“Benarkah?!”
ketika menatapku dengan mata yang berbinar-binar.
Aku mengangguk.
“Iya, tentu saja.”
“Apa kau yakin,
Mei? Seperti yang Ken bilang, ini sudah malam.” Bibi Suzuki terlihat khawatir.
“Tidak apa-apa,
bi. Lagi pula rumahku di sebelah.”
“Ya sudah, nanti
bibi akan memberitahu bibimu.”
“Terima kasih,
bi.”
Bibi Suzuki
tersenyum kepadaku. “Ya, terima kasih juga.”
Acara makan
malam pun selesai. Bibi Suzuki bertugas membereskan meja makan dan aku yang
bertugas mencuci piring. Paman Suzuki langsung masuk ke ruang kerjanya,
sedangkan Ken dan Keita membereskan kamar Keita dan menyediakan beberapa
cemilan.
Setelah selesai
dengan tugasku, aku langsung melesat ke kamar Keita untuk membantunya
mengerjakan PR.
***
“Apa kau
mengerti? Kalau kau menggunakan cara ini, pasti akan lebih mudah nantinya.”
“Benar juga!
Ternyata lebih mudah!” Keita terlihat senang. “Kak Mei memang jenius!”
“Hehe...” aku
menggaruk-garuk kepalaku. “Tidak begitu, kok.”
“Kak Mei, nanti
bantu aku mengerjakan PR lagi, ya?”
Aku
mengelus-elus rambut Keita pelan. “Kenapa kau tidak meminta bantuan kakakmu
saja? Jujur, ia lebih pintar dariku.”
Seketika
ekspresi wajah Keita berubah menjadi kesal. “Tidak mau! Kak Ken menyebalkan!”
“Menyebalkan?
Benarkah?”
“Ya!” Keita
mengangguk yakin. “Kak Ken selalu memarahiku jika aku ingin menanyakan tugas. Selain
itu, jika aku tidak bisa mengerjakannya, Kak Ken akan makin mengomeliku!”
“Mungkin...
itulah cara yang digunakannya. Terkadang, dia juga suka mengomeliku jika aku
tidak mengerjakan tugas atau mendapat nilai kecil sewaktu ulangan.” Aku
tersenyum kepada Keita. “Bukankah itu artinya dia peduli?”
Keita terdiam,
namun wajahnya terlihat agak... sedih?
“Baiklah-baiklah!
Aku akan mengambil minuman dulu. Kantung matamu sudah mulai terlihat, apa kau
mengantuk?”
Keita
mengangguk. “Ya, sedikit.”
“Kalau begitu,
tunggu sebentar, ya.”
Aku pun langsung
berlari menuju dapur untuk mengambil minuman yang bisa mengusir kantuk Keita.
Apa ya? Mungkin susu panas efektif. Atau... jus
jeruk?
Setelah lama
memilih, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil susu panas dan dengan segera
aku langsung kembali ke kamar Keita.
***
“Minuman data-”
Begitu aku masuk
dengan dua gelas susu panas, ternyata Keita sudah lebih dulu tertidur. Aku
menoleh kearah jam dinding dan memang sudah menunjukkan pukul 10.20, pantas
saja Keita sampai tertidur.
“Mungkin dia
kelelahan.” Ucapku sambil menaruh gelas yang ku bawa di atas meja.
Keita tertidur
dengan posisi kepala tersandar di atas meja, aku jadi kasihan melihatnya.
Akhirnya aku menggendong Keita dan memindahkannya ke atas tempat tidur. Aku pun
mengecek kembali tugas Keita, namun ternyata masih tersisa banyak. Mungkin aku
akan menyelesaikannya terlebih dahulu, baru pulang. Tugas-tugas Keita terbilang
mudah untukku, namun jumlahnya banyak sekali! Guru yang memberikan tugas ini
benar-benar kelewatan.
***
Aku menoleh
kearah jam dinding kamar Keita. Sudah jam 11.00, namun tugas Keita baru ku
selesaikan setengahnya. Aku benar-benar lelah. Mataku sudah berat sekali,
rasanya ingin aku membenturkan kepalaku ini ke dinding. Bahkan... dua gelas
susu panas pun sudah habis ku tenggak.
“Huaam... aku
benar-benar mengantuk.” Aku pun menoleh kearah Keita. “Tapi kasihan jika tidak
aku selesaikan. Ia pasti kena marah besok.”
Dengan semangat
yang tinggal dua puluh persen, akhirnya aku meneruskan kembali tugas-tugas
Keita. Sesekali aku terlelap, namun kembali bangun karena pensil yang ku pegang
terjatuh.
Dengan mata yang
setengah terbuka saking mengantuknya, aku melihat jam yang sudah menunjukkan
pukul 11.15. Aku sudah benar-benar tidak kuat! Dan tanpa ku sadari, akhirnya
aku pun terlelap...
***
“Dasar... kenapa
kau malah tertidur disini, sih?
Aku tidak
terlalu yakin... namun, sepertinya ada yang berbicara padaku. Suaranya samar
dan... terdengar kabur. Tak lama setelah itu, aku merasa sepertinya tubuhku
diangkat. Hah? Apa aku terbang? Tidak mungkin. Aku ini kan bukan burung.
***
No comments:
Post a Comment