Sunday, October 20, 2013

私はあなたの愛しているから ~PART 5~

Sinar matahari menyorot tepat ke wajahku. Silau sekali rasanya, apa sudah pagi? Aku pun perlahan membuka mataku. Ku dapati langit-langit kamar Keita dengan mata yang masih mengantuk.
“Sepertinya aku ketiduran...” Begitu aku meraba-raba, ternyata aku meniduri sebuah futon. Futon? Bagaimana bisa?

Aku menoleh ke kanan, ternyata Keita masih tertidur di tempat tidurnya. Aku pun menoleh kearah kiri, ternyata ada seseorang disebelahku.
Eh? Apa aku tidak salah lihat?
Aku kembali menoleh kearah kiri. Ternyata Ken-lah orang yang tidur di sebelahku. Wajahnya dekat sekali, bahkan... aku bisa merasakan nafasnya.
Eh? Tunggu, kalau Ken tertidur di sebelahku, berarti... semalam aku tidur disebelahnya, dong?! Heee?!
Aku pun langsung bangkit dan menepuk-nepuk wajahku, berharap kalau ini hanya mimpi.
“Ini... bukan mimpi!” aku menoleh kearah Ken yang masih terlelap. “Kyaaaa-!!!”
Mendengar jeritanku, Ken langsung bangkit padahal wajahnya masih sangat mengantuk.
“Ada apa, Mei? Apa ada sesuatu?”
Aku pun langsung membungkus kepala Ken dengan selimut dan mendorongnya hingga terjatuh kebelakang.
“Apa yang kau lakukan semalam?!”
“Ehh! Bukan-bukan! Kau jangan berfikir yang macam-macam!” Ken menyingkirkan selimut yang menutupi wajahnya. “Aku tidak melakukan apa-apa! Sungguh!”
“Kalau begitu, kenapa kau bisa berada disini?!”
“Biar aku jelaskan. Semalam kau ketiduran disini, kemudian aku bilang pada ibuku dan ibuku bilang biarkan saja. Jadi aku mengambilkanmu futon dan memindahkanmu.”
“Kenapa kau tidur di futon yang sama denganku? Kenapa kau tidak tidur saja di kamarmu itu?!”
Tiba-tiba wajah Ken memerah. “Kalau itu...”
“Aku benar, kan?! Dasar hentai!!” aku melempar bantal ke wajah Ken.
“Tu-tunggu! Aku hanya bercanda!”
TOK-TOK-TOK
“Ken, Mei, apa kalian sudah bangun?” tak lama setelah itu, bibi membuka pintu kamar Keita. “Kalian ini, pagi-pagi sudah ribut sendiri. Apa sih yang kalian lakukan?”
“Ibu?”
Aku langsung bangkit dan membungkukkan badan. “Ma-maafkan aku!”
“Haah... Ya sudah. Sebaiknya kalian cepat bersiap-siap.”
“Baik, bu.” Ken menepuk bahuku. “Aku mandi dulu, Mei.”
Ken langsung keluar dan pergi ke kamarnya, sedangkan aku membantu Bibi Suzuki merapihkan futon bekas tidurku.
“Kalau begitu aku pulang dulu untuk bersiap-siap.” Ujarku setelah menyimpan futon ke dalam lemari.
Bibi Suzuki mengangguk. “Ya. Salam untuk bibimu.”
Aku membungkukkan badan. “Terima kasih, maaf merepotkan.”
Aku pun langsung berlari pulang ke rumah bibi kemudian bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
***
Aku menutup pagar rumahku. Hari ini mood-ku sedang jelek, ditambah dengan kondisi badan yang pegal-pegal. Rasanya ingin bolos saja.
“Kau terlambat!” seseorang berteriak di telingaku dengan nada yang sangat riang-berbeda denganku.
Aku menoleh dan mendapati Ken sudah berdiri dengan kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku celana.
Apa dia ingin terlihat cool dengan gaya seperti itu? Dasar kampungan!
Itu-lah kesanku saat pertama kali melihatnya hari ini. Entah kenapa kejadian semalam membuatku benar-benar malas berbicara dengan Ken. Akhirnya aku hanya berlalu dan meninggalkan Ken yang terlihat keheranan.
Ken langsung menyusul dan menyamakan langkahnya denganku.
“Kau jahat sekali meninggalkanku! Seakan aku ini tidak tampak!”
Aku menoleh kearah Ken, namun aku tetap diam. Ken terlihat makin keheranan dengan sikapku.
Hello... Apa aku ini benar-benar invicible?”
Aku tetap bungkam. Kali ini Ken terlihat sedikit kesal.
“Mei, apa kau mendengarku?” Ken menarik-narik rambutku. “Kau marah, ya?”
Marah? Entahlah. Aku juga tidak tahu. Tapi aku kesal sekali melihat wajahmu pagi ini.
Ken menghela napas, kemudian menarik bahuku sehingga langkahku terhenti. “Kau marah soal semalam, ya? Katakan saja! Jujur padaku.”
Wajah Ken terlihat sangat kesal, bahkan nada bicaranya sudah meninggi. Meski begitu, aku hanya menatapnya malas dan kembali melanjutkan langkahku.
Ketika sudah melangkah cukup jauh, tidak ada tanda-tanda Ken mengikutiku. Aku pun menoleh ke belakang. Ternyata Ken terpaku di tempat ia berdiri sambil terus menatap ke tanah. Apa dia sudah menyerah?
Begitu aku memalingkan wajahku kembali, tiba-tiba Ken berlari melewatiku kemudian menghentikan langkahnya dihadapanku. Aku pun menghentikan langkahku.
“Kau ini kenapa sih, Mei? Kalau kau marah, aku minta maaf!”
Aku menghela napas. “Ken, aku ingin cepat sampai ke kelas.”
“Tidak akan terjadi kalau kau tidak bicara denganku!”
“Aku sudah bicara denganmu!”
“Bukan hanya bersuara! Katakan padaku kau ini kenapa!”
Aku melipatkan kedua tanganku. “Ken!”
“Mei!”
“Aku ingin ke sekolah! Kau jangan menghalangiku!”
“Aku tidak akan membiarkanmu lewat! Kita akan terus seperti ini sampai jam pelajaran usai, kalau kau tidak juga bicara padaku.”
“Kau kekanak-kanakkan.” Ucapku dengan sinis.
“Kau lebih kekanak-kanakkan!”
Aku akan terlambat sampai di sekolah jika terus seperti ini. Akhirnya aku mengambil posisi untuk kabur dan berlari sampai sekolah. Aku juga harus memastikan kalau Ken tidak bisa mengejarku. Good idea!
Aku pun menyelinap di celah pengawasan Ken dan berhasil kabur. Ken terkejut dan langsung membalikkan badan. Tangannya yang panjang berusaha menangkapku, namun karena badanku lebih kecil, aku pun berhasil menghindar.
“Mei! Tunggu! Kau jangan kabur!” teriak Ken dengan lantang. Ia bahkan tidak menghiraukan orang-orang disekitarnya yang sedari tadi tengah memerhatikan kami.
Kami pun kejar-kejaran selama perjalanan menuju ke sekolah. Kalau dipikir-pikir, kami benar-benar seperti anak kecil. -_-
***

No comments:

Post a Comment